Salam cerdas kreatif,

Kecerdasan Akal (IQ) dan Kecerdasan Emosi (EQ) memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Tapi kadang orang sering melupakan kecerdasan lain yang sebenarnya mendasari serta mendukung ke dua kecerdasan itu (IQ dan EQ), yaitu Kecerdasan Spiritual (SQ). SQ merupakan salah satu bentuk kecerdasan yang akan menjadi fondasi utama untuk lebih mengefektifkan fungsi IQ dan EQ.

SQ merupakan bentuk kecerdasan yang bisa menempatkan kehidupan individual kita dalam konteks yang lebih luas.SQ adalah kecerdasan yang bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah makna dan nilai (problem of meaning and value).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marsha Sinetar—seorang pendukung terkemuka nilai praktis spiritualitas—semakin mengembirakan dunia pendidikan dan psikologi, bahwa pada dasarnya, SQ juga dimiliki oleh anak-anak. Banyak anak-anak yang memiliki pancaran cahaya kesadaran dini (early awakening child). “Early awakeners” ini tetap eksis dan tumbuh dalam menghadapi berbagai rintangan dan mampu mendemonstrasikan kemampuannya untuk melampaui segala bentuk kesulitan dalam rangka “walk in truth.”

Ya, anak-anak kita adalah masa depan kita sendiri. Tentunya, kita menginginkan anak-anak kita menjadi yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. Untuk mewujudkan impian tersebut bukanlah hal yang mudah dan ringan. Untuk itu, setidaknya ada empat hal mendasar yang perlu dilakukan orang tua sebagai acuan awal dalam rangka menyalakan kembali potensi mulia yang dimliki anak-anak:

1. Pancing Kreativitas Anak
Pancinglah kreativitas anak-anak untuk bertanya, terutama pertanyaan yang fundamental (mendasar), misalnya menyangkut alam raya, Tuhan, pribadi dirinya sendiri, tentang cinta, keadilan, kebijaksanaan dan lain-lain. Pertanyaan sekecil apapun yang dilontarkan mereka, tetap memerlukan jawaban yang bijaksana sehingga bisa merangsang pertanyaan selanjutnya yang lebih fundamental. Ini merupakan awal dari berkembangnya SQ. Sebab kata F.R. Paul dalam buku “Spiritual Intelligence Hand Book” (2001), SQ is not a “question” but is a “quest”. It is the process of thinking and living.

2. Dengarkan Anak dengan Penuh Cinta dan Kasih Sayang
Dengan mendengarkan mereka dengan penuh cinta, mereka akan bebas mengekspresikan perasaan, khayalan dan perspektifnya. Anak-anak akan lebih merasa bebas untuk membagi pemikiran dan pengalaman hidupnya hanya ketika mereka berada dalam lingkungan yang menerimanya. Dengarkan mereka seolah-olah mereka seorang pahlawan dan jadilah orang tua yang bisa dipercaya anak-anak untuk mengungkapkan perasaannya. Karena pada dasarnya, anak-anak memiliki perasaan mendalam seperti layaknya orang dewasa, tetapi mereka belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup untuk mengungkapnya. Dengan menghormati perasaan mereka, berarti kita menghormati jiwa mereka.

3. Berikan Makna
Memberikan ‘makna’ pada aktivitas keagamaan yang bisa disaksikan, dilakukan, dirasakan dan dialami secara langsung oleh anak-anak. Dari sinilah diharapkan, potensi spiritualitas yang dimiliki anak-anak akan kembali bersinar dan selanjutnya akan melahirkan semacam kesadaran diri pada diri mereka sebagai kriteria tertinggi dari SQ. Kesadaran diri yang selanjutnya akan menjadi parameter untuk melihat kehidupan secara lebih luas dalam kesatuan yang utuh serta lebih kaya dan bermakna. Setelah itu akan terjadi hubungan yang baik antara “diri” yang material dan “diri” yang spiritual.

4. Hadirkan Keberadaan Tuhan
Mencoba menghadirkan keberadaan Tuhan pada anak-anak pada saat “menyebut nama-Nya” (dzikir), berdoa, dan dalam aktivitas yang lain. Bisa jadi pada awalnya Tuhan bagi anak-anak kita bisa saja hanya merupakan “kabar dari keluh” tetapi dengan latihan yang disertai ketekunan, maka seorang anak pada akhirnya akan merasakan bahwa dia memang membutuhkan Tuhan sebagai sumber kekuatan. Sehingga akan tercipta semacam relasi spiritual antara dirinya dan Tuhan. Saat itulah, dia akan terhindar sejauh-jauhnya dari segala bentuk kegelisahan, keterasingan, keputus asaan dan krisis diri yang lain, karena merasakan Sang Maha Kasih berada sangat dekat dengan dirinya, melindunginya dan memberinya enegri dan kekuatan.

Akhirnya, sepertinya tidak ada panggilan yang lebih luhur daripada panggilan menjadi orang tua yang membimbing anak mereka dengan penuh kasih sayang sesuai dengan arah tujuan jiwanya. Dan semua ini tentu butuh waktu, kesabaran dan doa.

Semoga bermanfaat ... salam
berguru kepada Abdul Wahid Hasan
dan berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment