Assalamaualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.
Mengancam supaya anak patuh adalah salah satu bentuk paksaan yang identik dengan sikap otoriter. Tentunya sikap ini sangat tidak dianjurkan dalam mendidik anak. Anak yang terdidik dengan pola asuh otoriter akan tumbuh dengan kepribadian hasil bentukan orang tua alias tidak natural. Akibatnya mungkin saja potensi anak yang lain, yang sebenarnya bisa menjadi besar, malah terpendam begitu saja.
Selain itu, kepatuhan anak ketika melakukan apa yang diminta pun bukan karena kesadaran melainkan karena ketakutan yang muncul dalam dirinya. Alhasil anak tidak memahami alasan dari segala sesuatu yang harus ia lakukan. Seperti anak mandi karena dia takut didatangi polisi.
Bentuk-bentuk ancaman seperti ini, kata Any Reputrawaty, Psi., dari RS Persahabatan, Jakarta Timur, menimbulkan banyak dampak negatif pada anak, antara lain:
* Tidak mencerdaskan
Ancaman tidak membuat anak mengerti tentang apa yang harus dia lakukan. Padahal mandi adalah aktivitas membersihkan tubuh dari kotoran dan keringat yang kalau dibiarkan membuat tubuhnya tidak nyaman. Dengan mandi anak bisa kembali bugar, sehat, sehingga bisa beraktivitas lebih baik. Nah, kalau perintah mandi dibarengi dengan ancaman tentu hal ini tidak akan mencerdaskan anak. Dia mematuhinya semata-mata karena takut bukan karena tahu alasan yang sebenarnya.
* Membangkang
Jika kepatuhan anak dilandasi rasa takut terhadap ancaman, maka di saat sumber ketakutan itu tidak ada, kepatuhannya sangat mungkin berganti dengan ketidakpatuhan. Saat ia
hanya didampingi pengasuh misalnya, sangat sulit memintanya melakukan aktivitas rutin, seperti mandi, makan, dan beristirahat. Berarti apa yang selama ini dilakukan tidak berjalan efektif.
Tak jarang anak mencari alternatif pelepasan emosinya di tempat lain. Bila di rumah tidak bisa, mungkin dia akan melakukannya di playgroup, di rumah tetangga, di rumah nenek, dan lainnya, dimana dia tidak menemukan sosok orang tuanya.
* Hubungan dengan orang tua tidak lekat
Ancaman seringkali sangat menakutkan buat anak. Apalagi bila mimik yang ditunjukkan orang tua tampak begitu mengerikan. Dampaknya, mungkin saja anak merasa orang tuanya sendiri yang menjadi ancaman. Bila ini terjadi tentu akan sangat merugikan anak. Orang tua sebagai pihak yang seharusnya paling dekat dengan anak, memberikan pengasuhan, pendidikan dan perlindungan justru menjadi sumber ketakutannya. Tentu saja, kondisi ini membuat hubungan anak dengan orang tua renggang.
Bisa juga terjadi sebaliknya, anak semakin lekat dengan orang tua karena ancaman membuat anak merasa lingkungannya sangat tidak aman, ada genderuwo, ondel-ondel, orang gila, anjing galak, dan sebagainya. Tak mustahil anak akan selalu mengekor ke mana pun orang tua pergi.
Jadi kelekatan yang tumbuh merupakan bentuk ketergantungan yang didasari perasaan tidak aman.
* Penakut
Ketakutan yang sering dialami anak, mungkin saja akan membentuk pribadi yang penakut. Anak selalu merasa tidak aman karena ada bayang-bayang ancaman yang selalu saja terngiang di telinganya. Ketakutan yang berlebihan ini tentu akan menghambat pertumbuhan kreativitas anak karena dia tidak bisa mengembangkan kemampuannya secara optimal.
* Berpikir negatif
Seharusnya, anak didorong untuk memiliki konsep yang positif terhadap hal-hal yang memang positif. Polisi misalnya, seharusnya tidak ditakuti karena tugas utamanya justru melayani masyarakat. Demikian juga dengan ondel-ondel dan badut, meskipun bentuknya mungkin terlihat aneh sebenarnya mereka diciptakan untuk menghibur, tidak layak untuk ditakuti. Namun karena pembentukan citra negatif lewat ancaman dilakukan terus-menerus maka konsep berpikir anak mengenainya pun akan negatif.
Semoga bermanfaat, wassalam.
-------------------------------
sumber: nakita
0 comments:
Post a Comment